MAKASSAR.FS.COM – Kasus pembobolan rekening nasabah bank kembali mencuat. Satreskrim Polres Salatiga berhasil membongkar sindikat pencurian dengan pemberatan, pemalsuan surat, dan penipuan yang menargetkan rekening seorang nasabah hingga mengalami kerugian mencapai Rp750 juta.
Aksi kejahatan ini melibatkan tiga orang warga Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Mereka masing-masing adalah Muhammad Ansyar (37), Agus Salim (34), dan Sunarti (36), yang tak lain pasangan suami-istri.
Ketiganya ditangkap Tim Resmob Polres Salatiga dengan dukungan penuh serta dibackup penuh Unit Resmob PJP (Pasukan Papa Jarang Pulang) Polres Sidrap serta Unit Resmob dan Ditreskrimum Polda Sulsel di sebuah rumah di Tanru Tedong, Kecamatan Dua Pitue, Sidrap.
Modus Kejahatan: KTP Palsu hingga Penggantian Kartu ATM
Kasus ini terungkap setelah seorang korban bernama Ari Wibowo (48), warga Kelurahan Sidorejo Lor, Kota Salatiga, melapor pada 6 Agustus 2025 karena tak lagi bisa mengakses rekeningnya. Saat memeriksa ke Bank KCU Salatiga, korban terkejut mengetahui bahwa kartu ATM miliknya ternyata telah diganti oleh seseorang di Bank KCU Parepare, Sulawesi Selatan.
Pelaku dengan percaya diri mengaku sebagai Ari Wibowo dengan menggunakan KTP palsu. Dari sana, mereka berhasil mendapatkan kartu ATM baru beserta PIN.
“Setelah kartu baru diterbitkan, para tersangka melakukan penarikan tunai dan transfer dana secara bertahap ke sejumlah rekening,” ungkap Kapolres Salatiga AKBP Veronica, SH, SIK, MSi, dalam keterangannya.
Catatan transaksi menunjukkan, pada periode 28–31 Juli 2025, total uang yang keluar dari rekening korban mencapai Rp750.747.508. Uang hasil kejahatan itu digunakan pelaku untuk kebutuhan pribadi, termasuk membeli sepeda motor.
Barang Bukti dan Jaringan Kejahatan
Saat penggerebekan, polisi menyita barang bukti berupa:
belasan KTP palsu atas berbagai nama,
buku tabungan dan kartu ATM,
19 unit ponsel serta 15 kartu SIM yang digunakan untuk komunikasi dan rekayasa data,
serta dua unit sepeda motor yang diduga dibeli dari hasil kejahatan.
Fakta adanya belasan KTP palsu dan banyaknya perangkat komunikasi menunjukkan bahwa sindikat ini bukan pelaku tunggal atau amatir. Mereka diduga terhubung dengan jaringan kejahatan siber yang lebih luas, dengan kemampuan memanipulasi data kependudukan dan sistem perbankan.
Celah Keamanan Perbankan dan Risiko Data Pribadi
Kasus ini sekaligus membuka pertanyaan besar mengenai pengawasan internal perbankan. Bagaimana mungkin penggantian kartu ATM dapat dilakukan hanya dengan dokumen identitas yang ternyata palsu?
Pengamat perbankan menilai lemahnya prosedur verifikasi dan masih minimnya pemanfaatan biometrik dalam layanan perbankan menjadi pintu masuk bagi pelaku kejahatan.
“Jika bank masih hanya mengandalkan fotokopi KTP dan tanda tangan sebagai verifikasi, maka risiko kejahatan semacam ini akan terus berulang. Padahal, teknologi e-KTP seharusnya bisa dimanfaatkan untuk validasi biometrik agar sulit dipalsukan,” ujar seorang analis keamanan siber.
Apresiasi Polisi dan Peringatan untuk Masyarakat
Kapolres Salatiga AKBP Veronica mengapresiasi kerja keras jajarannya yang membongkar kasus lintas provinsi ini. Ia menegaskan, para tersangka kini dijerat pasal berlapis: Pasal 363 KUHP (pencurian dengan pemberatan), Pasal 263 KUHP (pemalsuan surat), dan Pasal 378 KUHP (penipuan), dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
“Pengungkapan ini membuktikan keseriusan Polri melindungi masyarakat dari kejahatan perbankan. Kami imbau masyarakat untuk lebih waspada menjaga data pribadi, jangan sembarangan memberikan salinan KTP atau dokumen penting, dan segera melapor apabila ada transaksi mencurigakan,” tegasnya.
Pesan Penting: Era Digital, Kejahatan Pun Digital
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa di era digital, data pribadi adalah aset berharga yang kerap menjadi incaran sindikat kriminal. Celah kecil seperti hilangnya KTP, bocornya data dari lembaga tertentu, hingga kelengahan dalam penggunaan layanan perbankan bisa dimanfaatkan pelaku untuk menguras tabungan masyarakat.
Bank, regulator, dan aparat hukum dituntut memperketat sistem keamanan agar kasus serupa tak lagi terulang. Sementara masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan, karena kejahatan siber kini tak hanya terjadi di dunia maya, tetapi nyata menggerogoti rekening bank tanpa disadari pemiliknya. (ersan)
Tinggalkan Balasan